membuat lelucon berdasarkan isu sosial dan politik. Walaupun demikian, hasil karyanya tersebut selalu masuk box office di Indonesia.
Warkop DKI merupakan sebuah grup lawak yang terkenal karena candaannya yang menyinggung isu sosial dan politik. Seperti salah satunya adalah kasus suap-menyuap demi membungkam seseorang yang sering terjadi di tengah masyarakat.
Salah satu anggota Warkop DKI,
menuturkan jika mereka sengaja membuat lelucon yang diisi dengan pesan moral. Hal tersebut ditujukan agar masyarakat bisa lebih peka terhadap lingkungan sosial.
Salah satu contohnya terdapat di sebuah adegan dalam film
(1982) yang disutradarai oleh Iksan Lahardi. Adegan tersebut menggambarkan Kasino yang diberi uang tutup mulut oleh bosnya setelah tertangkap basah sedang berduaan dengan seorang wanita di semak-semak.
"Kasino setiap ketemu bosnya, 'bos jangkrik bos,' ya dikasih duit, bolak balik kaya gitu. Ya keadaan yang ada kan seperti itu, jadi sekelilingnya itu diam karna dibungkam,” kata Indro Warkop DKI dalam tayangan
di Metro TV, Jumat, 5 November 2021.
Film-film Warkop DKI yang kebanyakan mengangkat isu sosial dan politik tersebut selalu tembus box office di bioskop Indonesia. Film terlaris Warkop DKI pada zaman itu adalah Maju Kena, Mundur Kena.
Namun, Indro mengatakan terdapat juga satu film dari Warkop DKI yang kurang laku di pasaran yaitu
Walaupun tetap menyentuh box office tetapi jumlah penonton film tersebut berada di bawah film-film Warkop DKI lainnya.
“Yang terendah saya lupa, setan kredit kalo enggak salah.
gitu, tapi tetap box office. Waktu itu kan lagi rame-ramenya lah demo-demo gitu mahasiswa tahun 1983-an,” lanjutnya.
Sementara itu, di tahun 2016, Falcon Pictures membuat seri film komedi
yang diadaptasi dari bagian film Warkop DKI asli. Seri film tersebut berlanjut hingga film keempatnya
yang dirilis pada tahun 2020.
- Bila kita ingat-ingat sejumlah film komedi lawas semisal 'Ateng Raja Penyamun' (Pitrajaya Burnama, 1974), 'Ateng The Godfather' (Hasmanan, 1976), 'Benyamin Spion 025' (Tjut Djalil, 1974), 'Benyamin Raja Lenong' (Syamsul Fuad, 1975). Judul-judul itu memakai nama aktor utamanya sebagai bagian yang penting dan modal utama untuk menarik minat penonton. Bahkan, film-film yang dibintangi grup lawak Warkop DKI, aktor-aktornya berperan sebagai diri mereka sendiri: Dono (Wahyu Sardono) sebagai Dono, Kasino (Kasino Hadiwibowo) sebagai Kasino, dan Indro (Indrodjojo Kusumonegoro) sebagai Indro. Pun masih ada Doyok, Kadir dan sejumlah komedian lain yang menggunakan nama mereka sebagai judul film, dan/atau memerankan diri mereka masing-masing. Komedian masa kini Sule juga sempat mengikuti jejak itu lewat film 'Sule, Ay Need Yu' (Cuk FK, 2012) dan 'Sule Detektif Tokek'.
Hal ini berbeda sekali dengan yang terjadi di belahan Bumi lain, di Amerika misalnya. Jim Carey tak pernah berperan dalam satu pun film yang dibintanginya sebagai karakter bernama Jim Carey, dirinya sendiri. Dalam 'Ace Ventura: Pet Detective' (Steve Oedekerk, 1994) ia berperan sebagai karakter bernama Ace Ventura, dalam 'The Mask (Chuck Russell, 1994) ia berperan sebagai Stanley Ipkiss, dan dalam 'Liar Liar' (Tom Shadyac, 1997) ia beperan sebagai Fletcher Reede.
Maka, inilah keunikan dunia film (komedi) kita, di mana hampir sebagian besar film komedi dibintangi oleh pelawak, bukan "aktor". Basuki dari grup Srimulat ketika manggung karakter yang dibawakannya ya Basuki, begitu pun ketika ia membintangi film, karakter yang dimainkannya pasti bernama Basuki, bukan yang lain. Film komedi kita memang miliknya para pelawak. Bila omongan saya ini masih kurang meyakinkan juga, tengok saja film komedi kontemporer semisal 'Comic 8' dan sekuelnya, para pemain utamanya memang komedian semua dan masing-masing memerankan karakter mereka sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dahulu ketika menyaksikan film-film Warkop DKI, saya tak pernah melihat Dono, Kasino, dan Indro sebagai tokoh-tokoh fiktif. Bagaimana tidak, wong pemerannya mereka sendiri; Dono, Kasino, Indro, yang mana sebelum mereka membintangi film, adalah para pelawak panggung, dan radio. Saya selalu percaya bahwa mereka adalah tokoh yang nyata, dan maka dari itu eksistensi mereka tak akan tergantikan. Hingga saya, dan kita semua menyaksikan 'Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1' garapan Anggy Umbara ('Comic 8') yang pada akhirnya mengubah cara pandang saya terhadap trio Warkop DKI.
Lewat film ini, untuk pertama kalinya, saya melihat Dono, Kasino, dan Indro sebagai karakter-karakter fiktif dalam sebuah film. Anggy Umbara berhasil memfiksikan persona Dono, Kasino, dan Indro sehingga di masa mendatang karakter-karakter ini dapat diperankan secara bergantian oleh aktor siapa pun. Tentu saja hal ini akan tercatat dalam sejarah perfilman Indonesia sebagai satu bab tersendiri, dan orang akan mengingat Abimana Aryasatya ('Haji Backpacker', '3'), Vino G. Bastian ('3 Nafas Likas', 'Toba Dreams'), dan Tora Sudiro ('Quickie Express', 'Arisan!') sebagai tiga aktor pertama yang memerankan Dono, Kasino, dan Indro setelah Dono, Kasino, dan Indro sendiri.
Jalan cerita 'Warkop DKI Reborn' sebagian besar meminjam plot 'CHIPS' (Iksan Lahardi, 1982) dan 'IQ Jongkok' (Iksan Lahardi, 1981), disertai kutipan-kutipan dialog dari pelbagai film Warkop DKI lainnya yang legendaris, menyatu dengan utuh, pas, tanpa kesan maksa, buah tulisan Anggy Umbara bersama dua penulis naskah debutan Bene Dion Rajagukguk dan Andi Awwe Wijaya. Andai saja film ini tak dibagi menjadi dua bagian, saya yakin bakal menjadi satu dari sedikit film Warkop DKI yang memiliki cerita utuh, bukan segmen per segmen lawakan yang satu sama lain tak saling berhubungan, seperti film-film Warkop DKI era Soraya Intercine Films.
Menyaksikan 'Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1' tak hanya membawa sentimen nostalgia, namun juga penghiburan yang amat sayang untuk dilewatkan. Saya tak henti-hentinya tertawa menyaksikan adegan Dono, Kasino, dan Indro yang mengunjungi Pakde Slamet untuk meminjam uang. Juga, beberapa adegan lain yang slapstick seperti adegan Dono, Kasino, dan Indro yang mengejar begal motor. Dan, adegan pesawat maju-mundur itu juaranya; ingat kutipan dialog "Madonnnaaaaa" dari 'Godain Kita Dong' (Hadi Poernomo, 1989)?
Ketiga aktor utama film ini bermain dengan sangat apik hingga pada level mencengangkan. Abimana Aryasatya, Vino G. Bastian, dan Tora Sudiro benar-benar menjelma menjadi Dono, Kasino, dan Indro.
Hanya ada dua kemungkinan yang bakal terjadi ketika Anda menyaksikan film ini; ikut bernostalgia dan tertawa lepas, atau justru malah merengut, karena mungkin tak bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu --merasa bahwa masa lalu selalu jadi yang terbaik, golongan tua yang berprinsip "masih enak zamanku toh?" Saya sih bukan penonton golongan yang terakhir, dan tak semua film Warkop DKI masih tetap lucu kok ketika ditonton ulang. Film ini masih lebih baik, setara dengan film-film Warkop DKI era 80-an, dengan rasa kekinian, tentu saja. Lucu, namanye juge filem kumedi. Orang gombong pantang boong.